Hari ini profesi supir pribadi sudah menjadi profesi yang diakui mampu menjadi sumber penghasilan keluarga. Lebih dari itu mampu menyejahterakan supir dan keluarganya. Namun hal tersebut dapat terjadi selama supir pribadi mampu menjaga prilaku dan etika profesi. Yaitu tetap konsisten menjalankan pekerjaannya sesuai koridor norma dan etika yang berlaku, terutama peraturan tidak tertulis yang dijalankan di tempat dia bekerja.

Hasil gambar untuk etika dan profesi

Prilaku dan Etika Supir Pribadi

Berkaitan dengan etika profesi selalu berkaitan dengan ketentuan aturan dan tata tertib yang berlaku pada tempat kita bekerja. Secara umum peraturan dan tata tertib yang berlaku diambil dari aturan yang berlaku dalam norma agama, aturan hukum negara, aturan tertulis perusahaan dan aturan tidak tertulis yang biasanya disampaikan secara lisan oleh pengguna.

Aturan tidak tertulis inilah yang sering menjadi hambatan seorang supir pribadi untuk dapat nyaman bekerja. Karena biasanya aturan tersebut dibuat sepihak oleh pengguna jasa. Contoh aturan tidak tertulis antara lain :

Posisi Parkir

Seseorang pengguna atau majikan dari supir pribadi umumnya memiliki minimum dua mobil, ada yang tiga, empat bahkan sepuluh kendaraan. Setiap habis selesai bertugas semua mobil diletakan dengan urutan yang sudah diarahkan pengguna, mobil yang paling mewah berada di area paling dalam dan mobil standar diletakan pada area paling luar. Bayangkan kerepotan yang terjadi bila si Bos besar pulang larut malam dengan Mercedez S600nya, sedangkan posisi mobil lain sudah memenuhi area parkir. Sudah pasti sang supir akan mengeluarkan kendaraan yang menghalanginya baru memasukan S600 ke posisinya.

Begitu juga di apartemen, ada pengelola yang menerapkan aturan setiap member mendapat lot parkir tertentu yang hanya khusus dapat digunakan oleh member itu sendiri. Tetapi bagaimana repotnya sebuah apartemen dengan penghuni yang padat tidak menerapkan aturan lot parkir.

Fasilitas Umum

Kebutuhan paling mendasar manusia seperti beribadah, makan, minum, buang air, beristirahat nyaman saat menunggu sering kurang diperhatikan. Pengguna biasanya mengeluarkan aturan tidak tertulis dalam bentuk diam, dalam arti gak memikirkan kebutuhan tersebut. Atau mungkin tahu tapi menganggap “itu kan masalah lo”. Pada akhirnya biasanya TURN OVER supir sangat tinggi di tempat pengguna tersebut. Berilah fasilitas dan waktu bagi supir pribadi untuk mendapatkan kebutuhan paling mendasar itu. Sudah pasti kalau ini dilakukan akan menambah kinerja dan semangat bagi si supir.

Lembur

Banyak pengguna merasa sudah terlalu besar mengeluarkan biaya gaji bagi supir pribadinya sehingga menerapkan aturan pengiritan sana-sini termasuk memangkas lembur. Biasanya para pengguna yang mengalami masalah ekonomi “pas pisan” – mau punya supir pribadi tapi ngegaji pas-pasan- akan menambah waktu kerja rutin yang semestinya secara umum sembilan jam dengan satu  jam istirahat menjadi sepuluh bahkan dua belas jam kerja (working hour). Atau membayar lembur perjam dibawah standar minimum. Lho dapat dari mana saya kan gak tahu pak? itu yang biasa saya dengar dari pengguna “pas pisan”

Padahal kita tahu Satuan lembur didapat dari Upah Minimum dibagi Jam Kerja selama satu bulan. Dalam UU ketenagakerjaan disebutkan bahwa dalam satu minggu 40 jam kerja dalam satu bulan itu 173 jam kerja. Jadi Standar Lembur Minimum Supir Pribadi adalah Upah Minimum dibagi 173. Itulah standar. Belum lagi kalau diterapkan aturan sebenarnya yang tertuang kedalam Keputusan Menakertrans NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR.

Sebenarnya untuk menjadikan supir pribadi kita mampu bekerja optimal dan tetap menjaga prilaku dan etika profesi adalah tergantung upaya kita memberikan hak dan kebutuhan dasarnya saja. Gak usah memberikan iming-iming dan janji karena kebanyakan orang senang pakai sabuk tapi gak pakai celana. he he he he